Eesai Sasrtra | Catatan Pengantar Polemik: Apakah Curriculum Vitae Itu Sebuah Novel?
Senin, 28 Desember 2020 12:28 WIB'Sandaran logika apakah sehingga, naskah 'Curriculum Vitae' itu 'diamini' oleh anggota dewan juri lomba penulisan novel DKJ 2016 sebagai naskah novel dan yang memiliki nilai 'kualitas kebaruan' sebuah cipta sastra?'
Penulis telah menudingkan telunjuk atas esensi novel Curriculum Vitae karya Benny Arnas sebagai pembenaran terstruktur anggota dewan juri penulisan novel DKJ 2016. (apa keistimewaan naskah Curriculum Vitae? Begitu ujar penulis meretoris hingga 4 tahun berselang kelima tahun. Setiap tahunnya lomba penulisan novel di Dewan Kesenian Jakarta akan selalu hadirkan pemenang dan pembaca sastra indonesia mengulasnya dalam esai ringan seperti yang penulis lakukan ini). Atau jika lebih serius mahasiswa sastra indonesia menjadikannya penelitian skripsi ataupun tesis.
Di dalam esai sebelumnya penulis telah memperbandingkan apa yang pernah dijadikan statemen oleh dewan juri lomba penulisan roman dimana saat itu 1998, Ayu Utami secara dramatis memenangi lomba penulisan roman tahun 1997. Padahal saat itu, menurut pengakuan salah satu anggota dewan juri, bahwa naskah roman itu --yang kemudian terkenal dengan judul Saman Pernah diabaikan atau mau disingkirkan sebagai peserta lomba. Alasannya, sebagai fragmen yang tak utuh.
Kesan sebagai fragmen yang tak utuh itu justru penulis dapatkan tidak pada novel Saman. namun pada novel Curriculum Vitae karya Benny Arnas. Tidak ada sebuah greget jika dibilang bahwa Curriculum Viate adalah novel filsafat. Yang terjadi malah pusing serupa gasing karena setelah dua halaman diawal pengisahan atas esensi, 'dua telur' yang ditemukan 'kau' dan dua telur itu kemudian menetas (siapa yang mengerami, induk ayam ataukah induk bebek? Tak jelas.Sebagai metafor pun, tak terang mewakili sebuah pandangan hidup apakah?)
Hemat penulis, sub judul-sub judul yang bertebaran serupa esai atau catatan harian didalamnya tidak lantas disimpulkan bahwa Curriculum Vitae adalah novel berbentuk esai.
Ignas Kleden menulis, 'Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan' bahwa, 'hal-ihwal esai biasanya , ditulis secara spontan. Entah karena ada pemikiran yang melintas dan dirasa penting atau menarik. Juga entah karena ada dorongan yang sangat kuat untuk mengatakan sesuatu atau karena seseorang hendak mengisi waktu luang. Dengan lain perkataan, sebuah esai, adalah tulisan yang tidak lahir dari rencana penulisan yang ketat (hal : 457)'.
Pertanyaannya, di dalam sub-sub judul novel, Curriculum vitae itu sifat dari esai seperti dibilang Ignas Kleden diatas, kental dirasa menyelibungi bentuk jadi novel Curriculum Vitae ( mohon dibedakan dengan frasa, 'novel benbentuk esai'. Nah, novel Curriculum Vitae ini bentuknya tidak jelas.
Pada sub-judul Nonmutlak misalnya. Benny Arnas menulis tentang perasaannya menyikapi 'ketokohan' Mario Teguh dan itu sama sekali tidak korespondentif dengan pengisahan yang simbolis absurd pada 'dua ekor unggas' dari tetasan dua buah telur yang juga tidak jelas siapa yang menemukannya itu. 'Kau' adalah tokoh yang hampa nilai dalam novel Curriculum Vitae sehingga, amanat pada sebuah novel itu dengan sendirinya tidak terbangun secara 'bundar-bulat' oleh setting, penokohan, serta plot maju-mundur novel Curriculum Vitae.
Adakah yang disebut sebagai tokoh utama dalam novel Curriculum Vitae? Jika bentuk novelnya saja terlihat 'kabur'. Bagaimana mungkin akan kita dapatkan sebuah penokohan yang membentuk konflik misalnya. Sehingga kemudian ada 'tegangan' dan (keluaran, ending) dari pengisahan didalam novel Curriculum Vitae.
Apakah naskah Curriculum Vitae, layak kita sebut sebagai novel?
Pertanyaan ini menjadi isi dialog tokoh 'Muara' dan 'aku' dalam novelnya 'Semusim dan Semusim Lagi' karya Andina Dwifatma , pemenang lomba serupa di tahun 2012. Jadi , empat tahun kemudian. Pertanyaan dalam dialog tokoh novel menjadi esensi sebenarnya di dunia 'nyata'. Apakah 'Curriculum Vitae' itu sebuah novel? Hampir 5 tahun penulis bertanya sendiri dan tak ada media yang mau 'ngomporin' dengan memuat esai ini sebagai artikel di 'koran terkenal itu misalnya.
'Kabur'
Semuanya terlihat 'kabur'. Kekaburan itu disebabkan 'tokoh ide' dalam novel Curriculum Vitae telah 'dierami' sejak awal pengisahan tentang 'dua telur' yang menetas secara absurd.
Karena anak bebek dan anak ayam dari dua telur itu lebih sebagai 'tokoh tempelan' semata dan bukan menjadi latar sebuah pandangan hidup atau filsafat tertentu . Sehingga berfigura sebagai sebuah fragment utuh.
Jalinan sub judul-sub judul pada novel Curriculum Vitae sangatlah terpisah menyerupai catatan harian mahasiswa gelisah dalam pencarian identitas. Jika saja sub-sun judul pada novel tiu menyatu sebagai metafora atas fragment 'anak ayam-anak bebek' mungkin novel ,
CURRICULUM VITAE " 106 URUSAN
90 PERUMPAMAAN
11 TOKOH
SEPASANG KEGEMBIRAAN
Sangat layak kita sebut sebagai NOVEL FILSAFAT.
Pamarayan - Serang, 27 Desember 2020.
Penulis adalah alumnus FISIP UNIVERSITAS LAMPUNG

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Eesai Sasrtra | Catatan Pengantar Polemik: Apakah Curriculum Vitae Itu Sebuah Novel?
Senin, 28 Desember 2020 12:28 WIBMembaca Karya Nukila Akmal, dari Cala Ibi Sampai Cerita-cerita di Dalam Laluba
Senin, 14 Desember 2020 18:09 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler